![]() |
TERNATE, DETIKMALUT.com - Kisruh Musyawarah Daerah (Musda) HIPMI Maluku Utara yang menghasilkan dua Ketua BPD sekaligus kembali mendapat sorotan. Kali ini datang dari Firman Laduane, mantan Sekretaris Umum BPC HIPMI Kabupaten Pulau Morotai periode 2021–2024, yang menyampaikan pandangannya melalui rilis tertulis kepada media.
Firman menilai, munculnya dua forum pleno dan dua ketua terpilih bukan salah paham biasa, melainkan buah dari lemahnya manajemen organisasi pada tingkat BPD, terutama dalam proses verifikasi peserta.
“Musda seharusnya menjadi forum pemersatu, bukan pemecah. Tapi pleno pertama justru terhenti tanpa keputusan. Tidak ada penyelesaian, tidak ada ketegasan,” tulis Firman.
Menurutnya, pleno yang gagal mengambil keputusan menjadi tanda awal kegagalan koordinasi dan lemahnya fungsi pengawasan internal terutama di tubuh OKK sebagai organ yang bertugas menjalankan mekanisme organisasi sesuai AD/ART.
Verifikasi Mandek, Dua Forum Muncul
Dalam rilisnya, Firman menjelaskan bahwa pleno pertama Musda berakhir tanpa kejelasan terkait status kepesertaan beberapa BPC yang dianggap bermasalah secara administratif. Kebuntuan yang tidak ditindaklanjuti inilah, kata dia, yang memicu munculnya dua forum paralel pada hari berikutnya.
Satu forum dengan lima BPC menetapkan Rio Christian Pawane sebagai Ketua BPD HIPMI Malut, sementara forum lainnya dengan lima BPC berbeda memilih Firdaus Amir.
“Dua forum yang berjalan bersamaan jelas menunjukkan struktur tidak terkendali. Ini tidak mungkin terjadi jika mekanisme dijalankan sejak awal,” tegas Firman dalam rilisnya.
Firman Singgung Morotai: “Kesalahan Lama, Pola yang Berulang”
Kisruh Musda Malut, lanjut Firman, memiliki pola serupa dengan sengketa pemilihan di Morotai beberapa waktu lalu. Saat itu, menurutnya, seorang ketua lolos menjadi pemenang meski tidak memenuhi syarat sebagaimana tertuang dalam AD/ART.
Bahkan, saat BPC Morotai dibekukan, panitia Muscab justru ditunjuk dari pihak yang bukan pengurus maupun anggota HIPMI.
“Kalau pelanggaran mendasar bisa terjadi di Morotai tanpa koreksi, maka wajar jika konflik di Musda kembali terulang,” kata Firman.
Firman menyebut dua kemungkinan penyebab utama dari rangkaian persoalan tersebut, yakni ketidakcakapan dalam memproses tahapan organisasi atau ketidaknetralan internal sejak awal.
HIPMI Diminta Kembali ke Aturan Dasar
Dalam penutup rilisnya, Firman meminta agar HIPMI Malut segera melakukan koreksi struktural, termasuk evaluasi menyeluruh terhadap fungsi OKK serta audit atas seluruh proses Muscab dan Musda yang dinilai masih menyisakan banyak pertanyaan.
“HIPMI adalah kawah lahirnya pengusaha muda dan calon pemimpin. Tidak boleh dirusak hanya oleh kelalaian prosedur dan keberpihakan,” tutupnya.
Firman berharap konflik ini tidak berlarut dan pemulihan organisasi menjadi prioritas, agar HIPMI dapat kembali menjadi ruang tumbuh, bukan ruang tarik-menarik kepentingan.(*)

