Iklan

Notification

×

Iklan

Iklan

Tag Terpopuler

Seratus Hari dan Janji yang Mulai Ditepati

Jumat | Juni 13, 2025 WIB Last Updated 2025-06-13T02:59:36Z
iklan
Oleh: Assyura Oemar

SERATUS hari bukan waktu yang lama. Tapi bagi seorang anak yang ijazahnya tertahan karena orangtuanya tak sanggup membayar uang komite sekolah, seratus hari bisa terasa seperti selamanya. Dan bagi ibu yang menggendong anaknya berjam-jam menuju puskesmas karena belum terdaftar BPJS, seratus hari bisa berarti harapan yang ditunda. Tapi hari ini, kita mulai melihat sesuatu yang bergerak.

Sherly Laos dan Sarbin Sehe, pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur Maluku Utara yang baru, telah melewati tonggak 100 hari pertama. Biasanya, masa ini jadi ajang pembuktian adakah perubahan yang sungguh terjadi, atau hanya sekadar seremoni politik yang berulang setiap lima tahun? Ternyata, jawaban awal mereka cukup meyakinkan.

Ketika Pendidikan Tak Lagi Mewah

Ada 2.330 anak yang kini bisa bernapas lega. Ijazah mereka yang dulu tertahan kini telah dikembalikan. Pemerintah Provinsi Maluku Utara menghapuskan pungutan uang komite sekolah negeri dan mengucurkan Rp 34 miliar dana BOSDA. Di atas kertas, ini bisa dianggap sekadar angka. Tapi di lapangan, ini adalah kisah tentang anak-anak yang kembali punya mimpi, tentang orang tua yang tak lagi merasa bersalah karena tak mampu.

Tak hanya itu, 118 sekolah direnovasi dalam waktu bersamaan. Pendidikan tidak hanya dibebaskan dari biaya, tapi juga diberi wajah yang lebih manusiawi dengan ruang kelas yang layak, atap yang tak lagi bocor, dan rasa bangga sebagai pelajar Maluku Utara.

Kesehatan Bukan Lagi Hak yang Mahal

Ada satu kalimat yang menempel kuat di benak saya dari program 100 hari ini “Mulai 1 Juni 2025, tidak ada lagi masyarakat Malut yang menunggu 14 hari untuk mendapatkan layanan BPJS.” Kebijakan Universal Health Coverage (UHC) ini bukan hanya langkah administratif, ia adalah bentuk kehadiran negara dalam tubuh yang sakit dan jiwa yang berharap.

Di Bobong dan Maba, kelas rumah sakit diperbaiki. Fasilitas ditambah. Warga tidak lagi perlu jauh-jauh ke Ternate atau Tidore untuk sekadar mendapatkan perawatan yang layak.

Infrastruktur yang Menyentuh Pinggiran

Seringkali pembangunan hanya terasa di ibukota. Tapi kali ini, ada jembatan yang diperbaiki di desa. Anggaran Rp 7,3 miliar dialokasikan untuk menyambung kembali akses warga yang terputus karena alam dan karena terlalu lama tak didengar.

Sofifi juga mulai dibangkitkan. Pelabuhan dihidupkan kembali, kapal ferry kembali berlayar. Kota administratif ini pelan-pelan menunjukkan identitasnya sebagai jantung pemerintahan, bukan hanya nama yang sering dilupakan.

Rakyat Kecil, Akhirnya Diperhatikan

Bagi nelayan, buruh pelabuhan, dan pedagang kecil, bantuan sering kali datang dengan banyak syarat. Tapi kini, ada Rp 50 miliar yang digelontorkan khusus untuk alat tangkap, kapal, cold storage, hingga asuransi kecelakaan kerja. Ini bukan bantuan basa-basi. Ini adalah bentuk negara yang akhirnya tahu di mana rasa sakit itu berada.

Uang saku bagi jemaah haji juga disalurkan. Bukan soal nominal, tapi tentang rasa dihargai dan didoakan.

Seratus Hari Ini Bukan Akhir

Namun kita tahu, jalan masih panjang. Pembangunan bukan soal seratus hari, tapi ribuan hari ke depan. Fraksi-fraksi di DPRD telah memberi catatan kritis, dan itu penting. Karena cinta pada negeri ini tidak selalu berbentuk pujian, kadang justru berupa koreksi.

Tugas kita bukan hanya mencatat prestasi, tetapi juga mengawal agar semangat awal ini tidak padam. Bahwa semangat Sherly–Sarbin tak cukup berhenti di gebrakan awal. Mereka perlu didukung, dikritik, dan diingatkan terus agar rakyat tetap jadi alasan utama mereka bekerja.

Dan kita, rakyat Maluku Utara, juga punya peran sebagai saksi, penjaga, dan penggerak dari mimpi bersama ini.(*)
×
Berita Terbaru Update