
![]() |
SOFIFI, DETIKMALUT.com - Suasana di tubuh Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Maluku Utara lagi tidak baik baik saja aroma ini tercium jelas Pagi ini, Senin (30/6/2025), sebuah spanduk besar bernada protes tiba-tiba terpampang di depan Kantor Gubernur Maluku Utara, tepatnya di kawasan Gosale Puncak, Sofifi.
Spanduk putih dengan tulisan merah tebal itu berisi tuntutan tegas yang berbunyi: “Yth. Gubernur Malut, Copot Segera Kaban Bapenda Malut, Sekretaris, Kabid, dan Ksubid Karena Ada Titipan Insentif Fiktif dalam Kantor.”
Kehadiran spanduk ini semakin memperkuat dugaan bahwa kondisi internal Bapenda Malut tengah mengalami gejolak serius. Berdasarkan informasi yang dihimpun aksi pemasangan spanduk ini bukanlah kejadian spontan. Sebelumnya, keresahan pegawai Bapenda telah beberapa kali disuarakan, baik secara tertulis melalui surat terbuka yang disampaikan langsung ke Gubernur Maluku Utara melalui ajudan pribadi (Sespri), maupun lewat media sosial.
Namun, keluhan demi keluhan itu seolah tak mendapatkan respon nyata, hingga akhirnya para pegawai memilih menyampaikan aspirasi mereka secara terbuka dan drastis lewat spanduk tersebut.
“Sudah terlalu lama kami diam. Surat sudah kami sampaikan, di media sosial juga sudah kami suarakan, tapi semua seperti masuk telinga kanan keluar telinga kiri. Akhirnya, dengan sangat terpaksa, kami pasang spanduk ini supaya semua orang tahu apa yang terjadi di dalam Bapenda,” ungkap salah satu pegawai Bapenda yang enggan disebutkan namanya.
Selain dugaan tekanan dan intimidasi yang disebut-sebut terjadi di lingkungan Bapenda Malut, para pegawai juga menyoroti praktik pemberian Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) dan insentif yang menurut mereka tidak transparan dan terindikasi sarat kepentingan.
Mereka menuding adanya praktik "titipan insentif fiktif" yang hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu di lingkungan kantor tersebut.
Terkait tudingan tersebut, Kepala Bapenda Malut Zainap Alting akhirnya angkat bicara. Dalam klarifikasi yang diterima ia menjelaskan bahwa seluruh pemberian TPP dan insentif telah dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Untuk TPP, kata dia, mengacu pada Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 3 Tahun 2025, di mana TPP diberikan berdasarkan kriteria penilaian seperti beban kerja, prestasi, dan pertimbangan objektif lainnya.
“Staf yang menerima TPP sudah melalui penilaian yang objektif sesuai aturan yang berlaku,” tegas Kepala Bapenda Malut.
Sementara pemberian insentif, lanjut dia, dilakukan berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 69 Tahun 2010. Pemberian insentif didasarkan atas asas kepatutan, kewajaran, rasionalitas, serta disesuaikan dengan tingkat tanggung jawab dan kondisi objektif pegawai.
“Setiap ASN diberikan gaji sesuai beban kerja dan tanggung jawab yang diberikan. Pekerjaan yang diamanahkan adalah hal wajar sebagai seorang ASN dan harus dilaksanakan,” sambungnya.
Namun, di sisi lain, sejumlah pegawai tetap menilai bahwa penjelasan tersebut hanya bersifat normatif dan tidak mencerminkan kondisi nyata di lapangan. Mereka menganggap, aturan yang disebut-sebut itu kerap dijadikan tameng, padahal dalam praktiknya justru terjadi pelanggaran aturan secara terang-terangan.
“Itu semua aturan di atas kertas. Di kantor, kami lihat sendiri yang dapat insentif itu-itu saja. Yang dekat sama pimpinan aman, yang tidak, bisa gigit jari. Bahkan ada istilah ‘titipan’ buat orang-orang tertentu. Kami sudah muak,” ujar salah satu pegawai dengan nada kesal.
Tak hanya itu, beberapa pegawai juga menyebut bahwa praktik tersebut mencederai rasa keadilan di lingkungan kerja dan berpotensi merusak integritas lembaga di mata publik.
Publik pun kini menunggu sikap tegas dari Gubernur, apakah akan melakukan evaluasi menyeluruh di tubuh Bapenda atau justru membiarkan persoalan ini terus berlarut-larut.(*)